Selasa, 24 Mei 2011

Amalan Yang Paling Disukai Allah SWT

Allah SWT menyukai manusia yang selalu berusaha untuk taqarrub ke pada-Nya, dengan menggunakan semua kenikmatan yang diberikan, baik nikmat dhohir maupun nikmat bathin. Semua perbuatan yang dilakukannya semata-mata ditujukan untuk meraih ridha Allah.
Dalam suatu kesempatan seorang shahabat Nabi SAW yang bernama Ibnu Mas’ud ra bertanya kepada Nabi SAW:
Ya Nabi SAW, amalan apa yang paling disukai Allah SWT ? Nabi SAW menjawab,
"sholat tepat pada waktunya". Ibnu Mas'ud bertanya lagi, " kemudian apa lagi ?".
Rasulillah SAW menjawab "berbakti kepada orang tua". Ibnu mas'ud bertanya lagi,
"kemudian apa lagi ya Rasulillah ?". Rasulillah SAW menjawab "Berjihad di
jalan Allah". Hadist diriwayatkan oleh mutafaqalaih

Mari membahasnya satu-persatu
  1. Shalat tepat pada waktunya
    Perintah menegakan shalat di sebut dalam lebih 10 ayat dalam al-Qur’an. Menegakan shalat tepat pada waktunya terutama shalat lima waktu. “shalat adalah tiang agama” demikian yang disampaikan nabi dalam hadist yang lain. Begitu pentingnya shalat, hingga amal pertama yang akan dihisab di hari akhir nanti adalah shalat. Menegakkan shalat tepat pada waktunya, itulah amalan manusia yang paling disukai Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam salah satu ayat yang artinya “sesungguhnya shalat itu mencegah pada perbuatan keji dan munkar”. Setelah shalat wajib, ada shalat malam atau tahajud juga merupakan shalat yang dianjurkan untuk selalu dilaksanakan. Nabi SAW sendiri menghidupkan malam dengan melakukan shalat.
  2. Berbakti kepada kedua orang tua
    Orang tua menempati kedudukan yang tinggi. Ridha Allah kepada seorang hamba juga bergantung pada ridha kedua orang tuanya. Sekaya apapun, sepintar apapun, serta apapun keadaan hamba, ingatlah apa yang telah dicapai itu juga berkat dukungan dan doa kedua orang tua. Manusia terlahir di dunia berkat campur tangan kedua orang tuanya. Allah SWT sangat tidak menyukai orang yang berlaku kasar kepada orang tua. Orang tua kita menduduki tempat ketiga yang harus kita hormati setelah Allah SWT dan RasulNya.
  3. Berjihad di jalan Allah
    Berjihad dalam makna yang seluas-luasnya. Ada pemahaman keliru yang sengaja dibiarkan dalam mengartikan kata jihad. Jihad hanya dipahami sebagai berperang mengangkat senjata melawan orang-orang kafir yang memusuhi islam. Padahal jihad adalah berjuang dengan segala kemampuan untuk menegakan ajaran agama. Sekali lagi jihad jangan dipahami sebagai berperang saja. Allah SWT menyuruh kita untuk berjihad dengan menggunakan harta dan jiwa kita. Jihad dengan apa yang kita miliki baik berupa ilmu, harta dan apapun yang ada pada diri kita. Jika kita sudah berumah tangga, mencari nafkah dengan jalan yang halal untuk keluarga kita juga termasuk bentuk jihad dijalan Allah. Allah SWT menyukai orang-orang yang selalu berjihad dijalan-Nya.

Perbedaan Waktu Di Dunia dan Akhirat


hidup ini nggak lebih dari 0,5 detik cosmic (perhitungan untuk mengukur kecepatan cahaya) 1 hari di padang masyar sama dengan 50ribu tahun dunia (QS70:4).1 hari akhirat sama dengan 1ribu tahun dunia (QS 32:5). kalau umur kita sampai 100 tahun sama dengan 2 jam 24 menit akhirat. Singkat begitu yah?
masa atri di padang masyar 1 hari sama dengan 50ribu tahun dunia. 1 tahun padang masyar sama dengan 365 hari X 300 tahun akhirat sama dengan kita akan berdiri di padang masyar kira-kira selama 5 milyar tahun dunia. Subhanallah…….
mari kita berbuat yang terbaik di waktu yang singkat ini untuk Allah
       Perbedaan utama lainnya antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat ialah bahwa kenikmatan dunia itu bercampur dengan rasa lelah dan payah. Kita tidak menemukan sekelompok orang yang hidup di dunia ini yang senantiasa mengalami kesedihan, kesengsaraan dan siksaan di setiap bidang dan waktu. Bahkan seluruh manusia itu hidup—sedikit banyaknya—mendapatkan kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan, sebagaimana pula ia mengalami kesedihan, ketakutan dan kesengsaraan.
Adapun alam akhirat terbagi kepada dua bagian yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas, yaitu surga dan neraka. Di surga tidak terdapat siksa, kelelahan, kepayahan, ketakutan dan kesedihan sedikit pun, sebagaimana di neraka itu hanyalah api, rasa sakit, kerugian, penyesalan dan keresahan. Sudah pasti kelezatan, kepayahan dan rasa sakit di akhirat jauh lebih besar dibandingkan dengan kelelahan dan kenikmatan dunia. Al-Qur’an pun telah memaparkan perbandingan ini dan menjelaskan perbedaan keduanya. Dikatakan bahwa kenikmatan ukhrawi dan kedekatan kepada Allah itu lebih utama dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Al-Qur’an pun menjelaskan siksa akhirat yang jauh lebih nista dan keras dari kelelahan dan musibah duniawi apa pun.

Sidratul Muntaha

Sidrat al-Muntahā ( سدرة المنتهى‎ , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu.
Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42)
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14)
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu.
Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah 'Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,
Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani yang terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
Ketika Mi'raj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:
Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13)
Dikatakan pula bahwa Nabi Muhammad telah melihat Allah yang berupa cahaya.
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits di atas.
Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah Subhahanu wa Ta'ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.
Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diisrakan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

Kiblat Malaikat

MALAIKAT memang mempunyai Kaabah sendiri yang terletak di langit ke 7. Kaabah untuk malaikat itu dipanggil ‘Baitul Makmur’ dan terletak bertentangan dengan Kaabah yang berada di bumi.Tegasnya, Baitul Makmur itu berada di atas Kaabah yang berada di bumi., seandainya Kaabah malaikat itu jatuh nescaya ia akan menghempap Kaabah yang berada di Makkah. Selain Baitul Makmur, yang berada di langit yang ke tujuh, di setiap langit yang lain juga ada rumah ibadat tempat para penghuninya beribadah kepada ALLAH.

ALLAH telah bersumpah dengan Baitul Makmur di dalam Al Quran sebagaimana firmanNYA yang bermaksud : ‘ Dan demi Baitul Makmur’ .Dalam menceritakan kisah perjalanan Mikrajnya, Rasulullah s.a.w telah menyebutkan bahawa baginda dibawa melalui ke Baitul Makmur di langit ke tujuh. Baginda bersabda yang ertinya : ‘Kemudian saya dibawa naik ke Baitul Makmur di situ terdapat 70,000 malaikat masuk ke dalamnya setiap hari dan tak pernah kembali dari situ sehingga sampai yang terakhir’

Dajjal

Ad-Dajjāl (الدّجّال) adalah seorang tokoh kafir yang jahat dalam Eskatologi Islam, ia akan muncul menjelang Kiamat. Dajjal pembawa fitnah di akhir zaman, menurut Al-hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: “"Sejak Allah swt menciptakan Nabi Adam a.s. sampai ke hari kiamat nanti, tidak ada satu ujian pun yang lebih dahsyat daripada Dajjal
Dajjal adalah kata Arab yang lazim digunakan untuk istilah "nabi palsu". Namun istilah Ad-Dajjal, merujuk pada sosok "Penyamar" atau "Pembohong" yang muncul menjelang kiamat. Istilahnya adalah Al-Masih Ad-Dajjal (Bahasa Arab untuk "Al Masih Palsu") adalah terjemahan dari istilah Syria Meshiha Deghala yang telah menjadi kosa kata umum dari Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun sebelum Al-Quran diturunkan.
Dajjal tidak disebut dalam Al-Quran, tetapi terdapat dalam hadis dan Sunah yang menguraikan sifat-sifat Dajjal. Berdasarkan kepercayaan yang telah umum dalam kalangan muslim, karakteristik ad-Dajjal adalah sebagai berikut:
  • Dajjal memiliki cacat fisik berupa mata kiri yang buta, dan mata kanan yang dapat melihat tetapi berwarna gelap (hitam). Dalam beberapa hadis menjelaskan ia hanya memiliki sebuah mata. Ia akan menunggangi keledai putih yang satu langkahnya sama dengan satu mil jaraknya. Keledai tersebut memakan api dan menghembus asap, dapat terbang di atas daratan dan menyeberangi lautan.
  • Dajjal seorang pemuda posturnya gemuk, kulitnya kemerah-merahan, berambut keriting, matanya sebelah kanan buta, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak’ (tak bersinar), serupa dengan Abdul Uzza bin Qathan (lelaki Quraisy dari Khuza’ah yang hidup di zaman Jahiliyah).
  • Dia akan menipu para umat muslim dengan mengajari mereka tentang surga, tapi ajaran tersebut adalah sebaliknya (Neraka).
  • Huruf Arab Kaf Faa Raa (kafir, bermakna kufur) akan muncul pada dahinya dan akan mudah dilihat oleh orang muslim yang bisa membaca maupun yang buta huruf.
  • Dia dapat melihat dan mendengar di banyak tempat pada waktu bersamaan.
  • Dia mempunyai keahlian untuk menipu manusia.
  • Dia akan coba meletakkan manusia pada tingkatan Tuhan.
  • Dia akan menyatakan dirinya adalah Tuhan dan akan menipu manusia dalam berpikir. Ia mengatakan bahwa ia telah bangun dari kematian. Salah satu orang penting akan ia bunuh dan kemudian ia akan menghidupkannya. Sesudah itu Allah akan menghidupkan apa yang ia bunuh tersebut, setelah itu ia tidak memiliki kekuatan ini lagi. Berdasarkan sumber lain tentang akhirat yang ditulis Anwar al-Awlaki), seorang lelaki beriman akan datang dari Madinah terus ke Dajjal, berdiri pada atas Uhud, dan dengan beraninya mengatakan bahwa Dajjal adalah Dajjal. Kemudian ia akan bertanya, "Apakah kamu percaya bahwa aku adalah Tuhan jika aku membunuhmu dan kemudian menghidupkan kamu?" Lalu Dajjal membunuh lelaki beriman tersebut, setelah itu menghidupkannya kembali, namun lelaki itu akan berkata bahwa dia semakin tidak percaya bahwa Dajjal adalah Tuhan.
  • Siapa saja yang menolak dan tidak percaya dengannya, mereka akan menderita kemarau dan kelaparan. Siapa saja yang menerimanya akan hidup dalam kehidupan senang.
  • Sebagian besar ajaran Islam mempercayai bahwa ia muncul di Kota Isfahan
  • Dia tidak bisa memasuki Makkah atau Madinah karena dijaga para malaikat.
  • Imam Mahdi akan melawannya atas nama Islam.
  • Dia akan dibunuh oleh Nabi Isa dekat pintu gerbang Lud yang merupakan wilayah Israel saat ini.
Bedasarkan sebuah hadis yang menceritakan tentang Dajjal. Hadis tersebut menceritakan suatu hari pada musim kemarau, Dajjal akan bertanya, "Apakah kamu menginginkan api atau air?" Jika menjawab air, itu bermakna api yang diberikannya, Jika jawabannya api, ia akan memberi air. Kamu akan diberikan air jika kamu mengakui Dajjal adalah Tuhan dan bila kamu murtad dari agama Allah. Apabila kamu lebih memilih api tetapi tetap berada di jalan Allah, maka kamu akan dibunuhnya.
Dajjal membawa api dan air; Rasulullah Muhammad SAW. bersabda: "Sesungguhnya Dajjal itu akan keluar dengan membawa air dan api, maka apa yang dilihat manusia sebagai air, sebenarnya itu adalah api yang membakar. Sedang apa yang dilihat oleh manusia sebagai api, maka itu sebenarnya adalah air yang dingin dan tawar. Maka barangsiapa yang menjumpainya, hendaklah menjatuhkan dirinya ke dalam apa yang dilihatnya sebagai api, kerana ia sesungguhnya adalah air tawar yang nyaman."
Dajjal membawa sesuatu yang menyerupai syurga dan neraka; Dari Abu Hurairah berkata bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: "Sukakah aku ceritakan kepadamu tentang Dajjal, yang belum diberitakan oleh Nabi kepada kaumnya. Sungguh Dajjal itu buta mata sebelahnya dan ia akan datang membawa sesuatu yang menyerupai syurga dan neraka, adapun yang dikatakan syurga, maka itu adalah neraka. Dan aku memperingatkan kalian sebagaimana Nabi Nuh a.s memperingatkan kepada kaumnya."
Dajjal membawa sungai air dan sungai api; Dari Abu Hudzaifah berkata bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya aku lebih tahu dari Dajjal itu sendiri tentang apa padanya. Dia mempunyai dua 2 sungai mengalir. Yang satu menurut pandangan mata adalah air yang putih bersih. Yang satu lagi menurut mata adalah api yang bergelojak. Sebab itu, kalau seorang mendapatinya hendaklah mendekati sungai yang kelihatan api. Hendaklah dipejamkan matanya, kemudian ditekurkan kepalanya, lalu diminumnya air sungai itu kerana itu adalah air sungai yang sejuk. Sesungguhnya Dajjal itu buta matanya sebelah ditutupi oleh daging yang tebal, tertulis antara dua 2 matanya (di keningnya) perkataan kafir yang dapat dibaca oleh setiap orang beriman pandai baca atau tidak
Nabi Muhammad SAW mengingatkan para pengikutnya untuk membaca dan menghapal sepuluh ayat pertama dari Surat Al-Kahfi sebagai perlindungan dari Dajjal, dan kalau bisa berlindung di kota Madinah dan Mekkah, karena Dajjal tidak akan pernah bisa masuk kota tersebut yang dijaga oleh para malaikat. Rasulullah juga mengingatkan para pengikutnya untuk berdoa, "Ya Allah! Aku berlindung dengan-Mu dari bencana Dajjal." Dia juga menyatakan tidak ada musibah yang lebih hebat daripada bencana yang ditimbulkan Dajjal sejak penciptaan Nabi Adam hingga Hari Kebangkitan

Senin, 23 Mei 2011

Kebenaran Hadits ttg LALAT yg dicelupkan ke dalam AIR


حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً
”Khâlid bin Makhlid menceritakan kepada kami, Sulaimân bin Bilâl menceritakan kepada kami, beliau berkata : ’Utsbah bin Muslim bercerita kepadaku bahwa beliau berkata : ’Ubaid bin Hunain mengabarkan kepadaku bahwa beliau berkata : Aku mendengar Abū Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam gelas salah seorang dari kalian, maka celupkanlah lalat itu lalu angkatlah (buanglah) karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap satunya terdapat obat.”.” [Shahîh al-Bukhârî, bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fî Syarôbi Ahadikum, XI:99, hadîts no. 3073]

Lafazh yang serupa juga diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhârî di dalam Shâhîh-nya (bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fîl Inâ`, hâdîts no. 5336, XVIII:79)

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ مَوْلَى بَنِي تَيْمٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ حُنَيْنٍ مَوْلَى بَنِي زُرَيْقٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً

”Qutaibah menceritakan kepada kami, Ismâ’îl bin Ja’far menceritakan kepada kami dari ’Utbah bin Muslim Maulâ (mantan budak) Banî Taim dari ’Ubaid bin Hunain Maulâ Banî Zuraiq dari Abu Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu, bahwa Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam wadah minum kalian, maka celupkanlah seluruh tubuhnya kemudian buanglah, karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat obat dan pada sayap lainnya terdapat penyakit.”

Hadits Abu Sa’id Al-Khudri

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ قَالَ : إِنَّ أَحَدَ جَنَاحَيْ الذُّبَابِ سَمٌّ وَالآخَرَ شِفَاءٌ فَإِذَا وَقَعَ فِيْ الطَّعَامِ فَامْقُلُوْهُ فَإِنَّهُ يُقَدِّمُ السَّمَّ وَيُؤَخِّرُ الشِّفَاءَ

Dari Abu Said Al-Khudri dari Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada salah satu diantara dua sayap lalat itu terdapat racun dan syap lainnya terdapat obat penawarnya. Apabila lalat jatuh di makanan maka celupkanlah karena lalat mengedepankan racun dan mengakhirkan obat penawarnya”.


Berikut ini adalah sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Tim Departemen Mikrobiologi Medis, Fakultas Sains, Universitas Qâshim, Kerajaan Arab Saudi, beberapa peneliti muda yang terdiri dari :
1. Sâmi Ibrâhîm at-Tailî
2. ‘Ậdil ‘Abdurrahmân al-Misnid
3. Khâlid Dza’âr al-Utaibî

Yang dibimbing oleh Dr. Jamâl Hâmid, dan dikoordinasi oleh DR. Shâlih ash-Shâlih (seorang da’i terkenal di Eropa, pen.), melakukan penelitian tentang analisa mikrobiologi tentang sayap lalat. Laporan ini mereka presentasikan ke acara ”Student Research Seminar” di Universitas Qâshim, KSA.

Metode yang mereka gunakan cukup sederhana, yaitu mengkultivasi (menumbuhkan) air steril yang telah dicelupkan lalat ke media Agar [media yang berasal dari musilaginosa kering yang diekstrak dari ganggang mereh, yang mencair pada suhu 100oC dan memadat pada suhu 40oC yang tidak dapat dicerna oleh mikroba, pen.] kemudian mengidentifikasi mikroba yang tumbuh.

Lalat yang digunakan ada beberapa spesies, dan sample yang digunakan untuk tiap spesies terdiri dari dua sample, yaitu (1) sample air steril dimana lalat dimasukkan sedemikian rupa sehingga hanya pada bagian sayap lalat saja, dan (2) sample air steril yang dimasukkan lalat yang dicelup seluruh tubuhnya. Semua ini dilakukan secara aseptis (bebas mikroba) di ruangan khusus, untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi luar yang akan membuat hasil penelitian menjadi bias.

Setelah itu, sample air tadi dikultivasi ke media Agar dan diinkubasi selama beberapa hari sehingga kultur (biakan) mikroba tumbuh dan tampak secara jelas. Hasil kultur mikroba tersebut diidentifikasi untuk mengetahui jenis mikroba tersebut. Berikut ini adalah hasilnya.


Keterangan : Spesies Lalat A

Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).

Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.

Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe E. Coli, yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, pada awal mulanya tampak tumbuh koloni kecil tipe E. Coli, namun pertumbuhannya terhambat oleh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang dapat memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.

Keterangan : Spesies Lalat B

Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).

Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.

Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe Coynobacterium dephteroid, yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, tumbuh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.

Keterangan : Spesies Lalat C
Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).

Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.

Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe Staphylococcus sp., yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, tumbuh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.

Hasil yang serupa diperoleh untuk jenis lalat lain yang banyak mengandung bakteri patogen Salmonella sp.Proteus sp., yang terhambat oleh pertumbuhan Actinomyces. dan



Kesimpulan :
Masuknya lalat pada makanan atau minuman, dengan tanpa dicelup dan dicelup, ternyata memberikan hasil berbeda yang signifikan. Hal ini membenarkan apa yang disabdakan oleh baginda Nabî yang mulia, Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, bahwa pada sayap lalat itu terdapat penyakit sekaligus penawarnya. Maha benar Allôh dan Maha benar Rasūlullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam.

7 Tingkatan Nafsu

Nafsu merupakan suatu keinginan manusia akan sesuatu. Pada dasarnya wajar saja manusia memiliki keinginan akan sesuatu selama tidak bertentangan dengan perintah Allah SWTNamun kebanyakan dari kita mengartikan nafsu itu dari sisi negatif. Mungkin setelah saya jelaskan mengenai 7 tingkatan nafsu, kita bisa mengartikan nafsu dari sisi positifnya. Namun saat ini sedikit sekali orang yang manggunakan nafsunya untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Padahal jika nafsu bisa diperintah dengan baik bisa mengubah hati manusia dari keruh menjadi sangat jernih. Dan firman Allah SWT: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).
7 tingkatan nafsu itu adalah :
1. Nafsu Amarah
Nafsu ini adalah nafsu yang paling mudah menjerumuskan manusia kedalam panasnya api neraka. Orang yang memiliki nafsu ini tentu tidak kenal dengan yang namanya akhirat. Orang ini senang melakukan perbuatan yang dilarang asalkan dirinya bisa merasa senang dengan perbuatannya itu. Nafsu ini telah dijelaskan dalam surat yusuf :
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Yusuf 53)
Mereka yang memiliki nafsu amarah mudah putus asa jika diuji oleh Allah SWT. Maka dari itu mereka berlomba-lomba melakukan perbuatan dosa untuk membuat dirinya senang.
2. Nafsu Lawwamah
Nafsu ini tingkatannya lebih tinggi daripada nafsu amarah. Orang yang berada pada tahap nafsu lawwamah ini sudah tau antara perbuatan yang dilarang dan amal kebajikan. Saat jatuh pada kejahatan dia masih merasa puas namun disisi lain ia menyesali perbuatannya itu. Dia Kadang ia berbuat baik dan setelah itu akan kembali melakukan perbuatan dosa lagi. Orang yang seperti ini masih belum bisa dijamin masuk surga.
3. Nafsu Mulhamah
Orang yang berada pada tingkatan ini apabila hendak melakukan amal kebajikan terasa berat. Namun dalam keadaan bermujahadah dia berbuat kebaikan-kebaikan karena ia sudah mulai takut pada kemurkaan Allah dan pedihnya api Neraka. Bila berhadapan dengan kemaksiatan, hatinya masih rindu dengan maksiat. Namu ia masih dapat melawan dengan membayangkan nikmatnya berada di Syurga. Dia sudah mengenal penyakit-penyakit yang berada dalam hatinya. Seperti iri hati, dengki, syirik, dll. Tapi dia masih belum bisa melawan. Bila penyakit-penyakit hati ini sudah tidak ada lagi, ia akan rasa satu kenikmatan baru dalam hatinya dan akan merasa benci dalam melakukan kejahatan. Dan pada saat itu dia telah meningkat ke taraf nafsu yang lebih baik lagi yaitu nafsu Muthmainnah.
4. Nafsu Muthmainnah
Orang yang berada dalam tingkatan ini sudah dijamin masuk surga. Sesuai dengan yang terkandung dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 : “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha dan diredhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Syurga-Ku”.
Orang yang berada dalam tingkatan ini senantiasa dijauhkan dari rasa cemas dan gelisah atas segala ketetapan Allah SWT dan selalu merasa sejuk hatinya, tenteram jiwanya,jika dia bisa melakukan suatu amal kebajikan. Hatinya senantiasa rindu pada Allah SWT.
5. Nafsu Radhiah
Sifat dari nafsu ini adalah dia selalu menganggap yang makruh itu haram, dan yang sunat ia anggap itu kewajiban. Jika ia tidak melaksanakan apa yang disunatkan, ia merasa berdosa. Baginya takdir baik atau buruk adalah sama saja. mereka tidak peduli dengan urusan yang berbau dunia. Karena hati mereka hanya pada Allah dan ridho atas segala keputusan yang Allah berikan kepadanya.
6. Nafsu Mardhiyah
Tingakatan ini lebih tinggi dari tingkatan nafsu radhiyah. Yang istimewa pada tingkatan ini adalah Bukan hanya orang pada tingkatan nafsu ini yang sangat mencintai Allah SWT, tapi Allah SWT juga sangat mencintainya. Dia buat Allah SWT cinta padanya dengan melaksanakan apa yang di sunatkan dan tidak melaksanakan sebuah dosa walaupun sekecil jarum di lautan. Sesuai dengan Hadist Qudsi :
Senantiasa hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku cinta padanya. Maka apabila Aku telkah mencintainya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, perkataannya yang dengannya ia berkata, jadilah Aku tangannya yang dengannya ia berbuat, jadilah Aku kakinya yang dengannya ia melangkah, dan akalnya yang dengannya ia berpikir
7. Nafsu Kamilah
Tingakatan yang ketujuh ini adalah tingkatan para Nabi dan Rasul, manusia yang suci dan sempurna. Yang terpelihara dari perbuatan tercela dan Allah selalu mengawasi dan membimbingnya.
Untuk meraih nafsu dari level yang paling bawah hingga level diatasnya dibutuhkan waktu yang bertahun-tahun hingga Allah SWT yakin akan usahanya.

Jumat, 20 Mei 2011

Sifat 20

Sifat Wajib Tulisan Arab Maksud Sifat Sifat Mustahil Tulisan Arab Maksud
Wujud
ﻭﺟﻮﺩ
Ada Nafsiah Adam
ﻋﺪﻡ
Tiada
Qidam
ﻗﺪﻡ
Terdahulu Salbiah Haduth
ﺣﺪﻭﺙ
Baru
Baqa
ﺑﻘﺎﺀ
Kekal Salbiah Fana
ﻓﻨﺎﺀ
Binasa
Mukhalafatuhu lilhawadith
ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ
Allah Ta'ala berbeda dengan makhluqNya Salbiah Mumatsalatuhu lilhawadith
ﻣﻤﺎﺛﻠﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ
Sama dengan suatu yang baru
Qiamuhu binafsih
ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ
Berdiri sendiri Salbiah Qiamuhu bighairih
ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻐﻴﺮﻩ
Bergantung dengan yang lain
Wahdaniat
ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ
Esa Allah Ta'ala pada dzat,pada sifat dan pada perbuatan Salbiah Ta'addud
ﺗﻌﺪﺩ
Berbilang-bilang
Qudrat
ﻗﺪﺭﺓ
Berkuasa Ma'ani Ajzun
ﻋﺟﺰ
Lemah
Iradat
ﺇﺭﺍﺩﺓ
Berkehendak menentukan Ma'ani Karahah
ﻛﺮﺍﻫﻪ
Tidak menentukan
Ilmu
ﻋﻠﻢ
Mengetahui Ma'ani Jahlun
ﺟﻬﻞ
Bodoh
Hayat
ﺣﻴﺎﺓ
Hidup Ma'ani Al-Maut
ﺍﻟﻤﻮﺕ
Mati
Sama'
ﺳﻤﻊ
Mendengar Ma'ani As-Summu
ﺍﻟﺻﻢ
Pekak
Basar
ﺑﺼﺮ
Melihat Ma'ani Al-Umyu
ﺍﻟﻌﻤﻲ
Buta
Kalam
ﻛﻼ ﻡ
Berfirman Ma'ani Al-Bukmu
ﺍﻟﺑﻜﻢ
Bisu
qaadiran
 ﻗﺎﺩﺭﺍ
Berkuasa Ma'nawiyah  Ajizan
ﻋﺎﺟﺰﺍ
Lemah
Muriidan
ﻣﺮﻳﺪﺍ
Berkehendak menentukan Ma'nawiyah Kaarihan
 ﻛﺎﺭﻫﺎ
Tidak menentukan
'Aliman
 ﻋﺎﻟﻤﺎ
Mengetahui Ma'nawiyah Jahilan
 ﺟﺎﻫﻼ
Bodoh
 Hayyan
 ﺣﻴﺎ
Hidup Ma'nawiyah Mayitan
 ﻣﻴﺘﺎ
Mati
Sami'an
 ﺳﻤﻴﻌﺎ
Mendengar Ma'nawiyah Asamma
 ﺃﺻﻢ
Pekak/Tuli
Basiiran
 ﺑﺼﻴﺭﺍ
Melihat Ma'nawiyah A'maa
 ﺃﻋﻤﻰ
Buta
Mutakalliman
 ﻣﺘﻜﻠﻤﺎ
Berkata-kata Ma'nawiyah Abkam
 ﺃﺑﻜﻢ
Kelu/Bisu

Asmaul Husna

No. Nama Arab Indonesia

Allah الله Allah
1 Ar Rahman الرحمن Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim الرحيم Yang Maha Penyayang
3 Al Malik الملك Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Qudduus القدوس Yang Maha Suci
5 As Salaam السلام Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min المؤمن Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin المهيمن Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz العزيز Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9 Al Jabbar الجبار Yang Maha Perkasa
10 Al Mutakabbir المتكبر Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq الخالق Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` البارئ Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir المصور Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar الغفار Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar القهار Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab الوهاب Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq الرزاق Yang Maha Pemberi Rejeki
18 Al Fattaah الفتاح Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim العليم Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh القابض Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith الباسط Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` الرافع Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz المعز Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil المذل Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` السميع Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir البصير Yang Maha Melihat
28 Al Hakam الحكم Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl العدل Yang Maha Adil
30 Al Lathiif اللطيف Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir الخبير Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim الحليم Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim العظيم Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur الغفور Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur الشكور Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy العلى Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir الكبير Yang Maha Besar
38 Al Hafizh الحفيظ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit المقيت Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib الحسيب Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil الجليل Yang Maha Mulia
42 Al Kariim الكريم Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib الرقيب Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib المجيب Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` الواسع Yang Maha Luas
46 Al Hakiim الحكيم Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid المجيد Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its الباعث Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid الشهيد Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq الحق Yang Maha Benar
52 Al Wakiil الوكيل Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu القوى Yang Maha Kuat
54 Al Matiin المتين Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy الولى Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid الحميد Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii المحصى Yang Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi` المبدئ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid المعيد Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii المحيى Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu المميت Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu الحي Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum القيوم Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid الواجد Yang Maha Penemu
65 Al Maajid الماجد Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid الواحد Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad الاحد Yang Maha Esa
68 As Shamad الصمد Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir القادر Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir المقتدر Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir المؤخر Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal الأول Yang Maha Awal
74 Al Aakhir الأخر Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir الظاهر Yang Maha Nyata
76 Al Baathin الباطن Yang Maha Ghaib
77 Al Waali الوالي Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii المتعالي Yang Maha Tinggi
79 Al Barri البر Yang Maha Penderma
80 At Tawwaab التواب Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim المنتقم Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww العفو Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf الرؤوف Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk مالك الملك Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam ذو الجلال و الإكرام Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith المقسط Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` الجامع Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy الغنى Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii المغنى Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani المانع Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar الضار Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` النافع Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur النور Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii البديع Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96 Al Baaqii الباقي Yang Maha Kekal
97 Al Waarits الوارث Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid الرشيد Yang Maha Pandai
99 As Shabuur الصبور Yang Maha Sabar

Kamis, 28 April 2011

Sungai di Dasar Laut

Sungai Dasar Laut Sungai di Dasar Laut Merupakan Bukti Kebenaran Al Quran
Maha Suci Allah yang Maha Menciptakan
Sungai dalam Laut
“Akan Kami perlihatkan secepatnya kepada mereka kelak, bukti-bukti kebenaran Kami di segenap penjuru dunia ini dan pada diri mereka sendiri, sampai terang kepada mereka, bahwa al-Quran ini suatu kebenaran. Belumkah cukup bahwa Tuhan engkau itu menyaksikan segala sesuatu. ” (QS Fushshilat : 53)
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)
 Sungai di Dasar Laut Merupakan Bukti Kebenaran Al Quran
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat filem dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air masin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawapan yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan ( surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laa yabghiyaan.. .”Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
 Sungai di Dasar Laut Merupakan Bukti Kebenaran Al Quran
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diertikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air masin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” ertinya “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak
ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam
akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahawa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam

hikmah dibalik larangan meniup makanan dan minuman

Seringkali kita melihat, seorang Ibu ketika menyuapi anaknya makanan yang masih panas, dia meniup makanannya lalu disuapkan ke anaknya. Bukan cuma itu, bahkan orang dewasa pun ketika minum teh atau kopi panas, sering kita lihat, dia meniup minuman panas itu lalu meminumnya. Benarkan cara demikian?
Cara demikian tidaklah dibenarkan dalam Islam, kita dilarang meniup makanan atau minuman.
Sebagaimana dalam Hadits Ibnu Abbas menuturkan "Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya". (HR. At Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Awalnya saya tidak mengetahui hikmahnya, bagi saya pribadi, ketika datang hadits pada saya mengenai suatu hal, maka semampunya coba saya lakukan, walaupun saya belum tahu hikmahnya, dan sebenarnya memang tidak harus tahu.
Begitu juga ketika saya pertama kali mendengar hadits ini, saya hanya berusaha mengamalkan saja, bahwa kita dilarang meniup makanan atau minuman,itu juga yang saya lakukan kepada anak saya.
 Hati-hati minuman yang masih panas.
           Hati-hati dengan makanan/minuman yang masih panas. 
Dan alhamdulillah ketika tadi coba browse ke internet, ternyata dari salah satu milis kimia di Indonesia, ada yang menjelaskan secara teori bahwa: apabila kita hembus napas pada minuman, kita akan mengeluarkan CO2 yaitu carbon dioxide, yang apabila bercampur dengan air H20, akan menjadi H2CO3, yaitu sama dengan cuka, menyebabkan minuman itu menjadi acidic. dan saya ingat juga bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kita ketika minum seteguk demi seteguk, jangan langsung satu gelas sambil bernapas di dalam gelas, hal ini juga dilarang, ternyata saya baru tahu sekarang hikmahnya, bahwa ketika kita minum langsung banyak, maka ada kemungkinan kita akan bernapas di dalam gelas, yang akan menyebabkan reaksi kimia seperti di atas.
Ulasan yang saya sampaikan, mungkin bukan hikmah keseluruhan, karena Ilmu Allah tentu lebih luas dari ilmu manusia, bisa jadi itu adalah salah satu hikmah dari puluhan hikmah lainnya yang belum terungkap oleh manusia.
Kewajiban kita hanyalah mendengar dan menta'atiNya Perkara hikmah apa yang ada dalam larangan itu, urusan belakangan. Yang penting kita sudah mencoba mentaatiNya.

Kisah Ashabul Kahfi (bukti tingginya ilmu Imam Ali bin Abi Thalib ra)

"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka berdoa, "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS al-Kahfi:10).
Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Dikala Umar bin Khattab ra memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah, "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abubakar Ash Shiddiq ra. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.
"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) disaat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan dikala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak diwaktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berpikir sejenak, kemudian berkata, "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!''
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata, "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar bin Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasulullah SAW. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkat,: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata, "Silahkan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasulullah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!" "Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya, "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik laki-laki ataupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai kehadirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi, "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab, "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut, "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus AS dibawa keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi, "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"
Ali bin Abi Thalib menjawab, "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman AS putera Nabi Dawud AS, Semut itu berkata kepada kaumnya, 'Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya, "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan diatas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun diantara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"
Ali bin Abi Thalib menjawab, "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan, "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."
"Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab, "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
Masjid Gua Kahfi Yang Lama. Masjid Gua Kahfi Yang Lama. Pendeta Yahudi itu menyahut, "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut kedepan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata, "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasulullah SAW kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, disebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."
Baru sampai disitu, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya, "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"
Ali bin Abi Thalib menerangkan, "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmer. Panjangnya satu farsakh (+/- 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Disebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Disebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."
Sampai disitu pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata, "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "Mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi, lalu berkata, "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab, "Kekasihku Muhammad Rasulullah SAW menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri disebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung didalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung didalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Pintu Masuk Gua Ashabul Kahfi. Pintu Masuk Gua Ashabul Kahfi. Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah SWT.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah SWT.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu kedalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh pikiran. Ia berpikir, lalu berkata di dalam hati, "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya, 'Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?'
'Teman-teman,' sahut Tamlikha, 'hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.'
Teman-temannya mengejar, 'Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?'
'Sudah lama aku memikirkan soal langit,' ujar Tamlikha menjelaskan. 'Aku lalu bertanya pada diriku sendiri,'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini, 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri, 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…"
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata, 'Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!'
'Saudara-saudara,' jawab Tamlikha, 'baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja Pencipta Langit dan Bumi!'
'Kami setuju dengan pendapatmu,' sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Kamar Ashabul Kahfi Sebelah Barat. Kamar Ashabul Kahfi Sebelah Barat.   Kamar Ashabul Kahfi Sebelah Timur. Kamar Ashabul Kahfi Sebelah Timur.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya, 'Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar. Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya,'Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?'
'Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,' sahut penggembala itu. 'Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!'
'Ah…, susahnya orang ini,' jawab mereka. 'Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?' 'Ya,' jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata, 'Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.'
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata, "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"
"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib, "Anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya, kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali, 'Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah SWT.'
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua."
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata, "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?"
Imam Ali menjelaskan, "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau disebut juga dengan nama Kheram!"
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya, "Secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga duduk sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah SWT memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah SWT mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata, 'Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!'
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya, "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.,
Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lewat, Allah SWT mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya, 'Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!'
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah SWT membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya, 'Siapakah diantara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.'
Tamlikha kemudian berkata, 'Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!'
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan, 'Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.'
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri, 'Kusangka aku ini masih tidur!' Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja rot, 'Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?' 'Aphesus,' sahut penjual roti itu.
'Siapakah nama raja kalian?' tanya Tamlikha lagi. 'Abdurrahman,' jawab penjual roti.
'Kalau yang kau katakan itu benar,' kata Tamlikha, 'urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!'
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat."
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!"
Imam Ali menerangkan, "Uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya, "Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha, 'Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!'
'Aku tidak menemukan harta karun,' sangkal Tamlikha. 'Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!'
Penjual roti itu marah. Lalu berkata, 'Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?'
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berpikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha, 'Bagaimana cerita tentang orang ini?' 'Dia menemukan harta karun,' jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, Raja berkata, 'Engkau tak perlu takut! Nabi Isa AS memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.'
Tamlikha menjawab, 'Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!'
Raja bertanya sambil keheran-heranan, 'Engkau penduduk kota ini?' 'Ya. Benar,' sahut Tamlikha.
'Adakah orang yang kau kenal?' tanya raja lagi. 'Ya, ada,' jawab Tamlikha.
'Coba sebutkan siapa namanya,' perintah raja. Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata. 'Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?'
'Ya, tuanku,' jawab Tamlikha. 'Utuslah seorang menyertai aku!'
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan, 'Inilah rumahku!'
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang, 'Kalian ada perlu apa?'
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut, 'Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!'
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya, 'Siapa namamu?' 'Aku Tamlikha anak Filistin!'
Tulang Belulang Ashabul Kahfi yang ditemukan Tahun 1963. Tulang Belulang Ashabul Kahfi yang ditemukan Tahun 1963. Orang tua itu lalu berkata, 'Coba ulangi lagi!' Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap. 'Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang diantara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara haru, 'Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa AS, dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!'
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian dilaporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya, 'Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?'
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
"Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka, 'Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!'
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata, 'Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!'
Tamlikha menukas, 'Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?'
'Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,' jawab mereka.
'Tidak!' sangkal Tamlikha. 'Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!'
Teman-teman Tamlikha menyahut, 'Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?' 'Lantas apa yang kalian inginkan?' Tamlikha balik bertanya.
'Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,' jawab mereka. Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa, 'Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!'
Allah SWT mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah SWT melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah SWT. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata, 'Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.'
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula, 'Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.'
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam."
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
Pendeta Yahudi itu menjawab, "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan umat ini!"
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul SAW.